Sebuah Puisi – Kekasih

Bunga angin yang kokoh, indah tanpa dirasakan.

Kekasihku yang mati dalam api mendung tanpa air mata.

Teladas yang lupa pada aliran.

Kekasihku yang menunggu ikatan tubuh dari warna sang niskala.

 

Renjana dalam rajutan, bertemu dua muka.

Lekas hilang, hanya mampu dikenang, kekasihku yang mati.

 

Siapakah Dewa yang mengacau karena cemburu itu?

Apa Ia melupakan busur panahnya yang gelap dan tak terhitung?

 

Kekasihku yang hidup dalam sayatan.

Kekasihku yang membekas pada kesadaran,

Kekasihku, ketiadaan.