Sebuah Puisi – Sumani Mangadop

Huraganya gemar bercakap – cakap pada Ibu Bumi

Menyusuri Kemalangan,

Menikmati Ketiadaan.

 

Di awal Naptu,

Gelombang dari warna kabarnya mulai pudar,

Sebab tiada kabar di terima, dan Rama mulai Gusar.

 

Beberapa waktu kemudian, tangis yang elok bunyinya,

Terdengar mengisi kekosongan lorong.

Serta, Pasang laut di ujung pulau bersandiwara dengan Pratipa.

 

Mulai Kini, Ia membenci Kehangatan,

Membenci Api.

Membenci Pelukan.

 

Mencintai goresan hitam Yamani.