Jack

 

“Dalam nama Bapa, Putera, dan …” Ia melupakan terusan kalimat yang ingin ia katakan dalam keheningan serius malam itu. Jack sang badut kota, penghibur sendi – sendi tak selaras, tersenyum sembari menyusuri jalan,  menenteng tas penuh alat – alat untuk melucu, kadang ia terpaksa menjualnya murah, lalu membuatnya kembali di rumah. Selain jadi alat untuk melucu, rongsokan itu juga memiliki nilai jual di situs belanja daring. Anehnya, gadis – gadis berpenampilan lebih aneh dari rongsokan itu banyak membelinya, hanya untuk jadi pajangan di samping jemuran yang sedang beradu siapa yang lebih kuat dari angin.

Namanya dikenal di setiap kampung, bahkan istana kerajaan yang tidak lagi diisi raja – raja gendut penyuka sesama jenis, Jack gemar berdoa, kalimat yang ia rapal-kan sebelumnya di pinggiran jalan tadi adalah sebuah mantra ajaib yang populer di kalangan kaum Marhean. Tidak ada yang tahu pasti dari mana asalnya, yang jelas Jack adalah pahlawan bagi mereka yang memimpikan kemerdekaan, walau samar – samar siapa yang mulai menerjemahkan perjalanannya jadi seperti itu.  Jack dikenal sebagai Badut, Komedian, Aktor, dan Politisi magang, oleh karena itu ia sangat dekat dengan siapa saja tanpa memandang kelas dan strata sosial mereka, bahkan senior – seniornya yang gemar selingkuh dengan remaja – remaja pendengar setia musik Busan.

Dalam sebuah kesempatan, Jack menerima panggilan untuk menjadi badut di sebuah acara, pernikahan salah satu kerabat raja yang beberapa bulan lalu diturunkan paksa oleh belasan pelajar yang menamakan diri Lacur Kota, satu lagi raja gendut penyuka sesama jenis di wilayah pulau itu. Jack menerima undangannya dengan alasan besarnya honor yang diberikan pihak mempelai pria, Ia sadar betul bahwa rumahnya sedang membutuhkan pertolongan di bagian kisi – kisi jendelanya,  lagi pula ia bisa sekalian memasarkan karya monumental buatannya, rongsokan berbentuk burung yang sedang jadi topik hangat di kalangan Borjuis bagian timur kota.

“Saya mencintai istri saya, walau saya tahu dia bodoh dan tidak cantik.”  Penonton yang tidak akrab dengan Jack bertanya – tanya, dari mana datangnya badut songong dengan gelagat mencurigakan ini, penampilan Jack memang sering menimbulkan rasa tidak enak bagi orang – orang yang baru pertama kali melihatnya, sudah menjadi ciri khas baginya berpenampilan tidak umum layaknya kebanyakan badut, apabila kawan seprofesinya melucu dengan akses – aksen badut yang terkesan memaksa, Jack tampil jujur dan apa adanya.

“Anda tertawa, mungkin Anda juga melihat dan merasakan hal yang sama seperti saya, juga om – om di depan saya ini bahkan baru saja bergumam ‘badut aneh’, saya tahu dialah yang paling tersiksa.” Jack meledek pria di hadapannya.

“Setelah ini ‘Om, tolong jangan makan saya’.” Ia melanjutkan perkataannya, dengan nada – nada mencekik seperti orang yang sedang dikejar binatang buas, bahkan ia sengaja menjatuhkan diri, pura – pura mati, sedikit menunggu, lalu mengintip dengan satu matanya ke arah orang yang dimaksud. Penonton tertawa. “Tenang Om, nanti kita bagi dua.” Jack memukul pelan saku celana sebelah kanannya, membuat pria di hadapannya itu tersenyum, lalu berteriak setengah berdiri “kutunggu.” Belum selesai penonton tertawa, Jack mengedipkan mata ke arah pengantin pria.

Acara pernikahan itu berlangsung sampai jam sebelas malam, Ia tampil hanya sekali dengan singkat di pertengahan acara, sedikit mengeluarkan lelucon – lelucon ringan yang dapat diterima oleh siapa saja, bahkan ia menerima bonus dari penampilannya karena beradu akting dengan mempelai wanita yang mana adalah aktris film – film kelas jarang laku di pulau tetangga.

“Nona, apa yang akan terjadi setelah perpisahan kita?” Jack bertanya kepada wanita di hadapannya, wajahnya menunjukkan rasa penasaran yang besar, ia bahkan menggapai tangan wanita itu. Pada bagian ini Ia dan mempelai wanita menunjukkan drama perpisahan sepasang kekasih karena si wanita akan segera menikah.

“Aku akan menikahi pria yang dijodohkan padaku.”

“Apa yang kau maksud dijodohkan? Kau putri seorang Raja, tidak mungkin Raja berhutang, bukan?” Jack kebingungan dengan jawaban wanita itu, sementara penonton tertawa karena mendengar percakapan mereka barusan, mempelai wanita hanya memberikan tema untuk Jack agar bersiap – siap dengan kemungkinan – kemungkinan dialog yang akan terjadi, menunjukkan bahwa Jack bukan sembarang badut.

“Gila! Aku tidak dijadikan pelunas hutang ayah – ayahku, justru kerajaan kami akan semakin makmur dengan pernikahan ini.”

“Memangnya siapa yang kau nikahi?” Jack tambah penasaran, ia berpikir siapa yang berkemungkinan besar dinikahi oleh wanita pujaannya itu.

 

“Entahlah, dari balik tirai – tirai emas itu Ia mengatakan padaku ‘jadilah ratuku dan berkorbanlah demi negaramu’ lalu aku setuju begitu saja.” Si Wanita melepas tangannya dari genggaman tangan Jack yang hangat, lalu mundur beberapa langkah. Perkataan itu membuat Jack benar – benar kebingungan, ia melihat sesuatu di balik percakapan ini, namun tidak membiarkannya menjadi beban drama hebat itu.

“Bukankah kau berarti dijual untuk melunasi sesuatu yang ayahmu perbuat? Apa kau menjadi bodoh sekarang?” Jack berteriak, kesal sedikit, hanya perkataan ini yang terlintas di kepala Jack, nyatanya Ia benar – benar terganggu dengan perkataan wanita itu sebelumnya. Drama di atas panggung acara itu menjadi semakin serius, beberapa tamu undangan bahkan tak bergerak untuk menikmati pertunjukan itu, yang lain pergi meninggalkan tempat duduknya, Jack melihat orang – orang penting pergi begitu saja, bukan urusannya, pikir Jack.

“Hei, Suaramu terlalu besar, maaf – maaf, kekasihku sedang kehilangan akalnya, ayo kita pergi.” Wanita itu memandangi penonton seolah – olah merekalah yang mendengar pertikaian mereka.

“Pergi ke mana? Bukankah urusan kita belum selesai!”

“Kita akan menghabiskan malam terakhir kita, hari ini aku adalah milikmu, jangan banyak bicara! Aku telah menyiapkan gubuk di belakang istana, ya walau bau kotoran kuda.” Wanita itu menarik tangan Jack, mereka berdua hilang di balik tirai panggung itu.

Penonton bersorak dan bertepuk tangan, beberapa di antara mereka bahkan berdiri, Ibu dari mempelai wanita menghapus bekas air mata yang entah jatuh saat percakapan yang mana. Mempelai wanita itu tersenyum di belakang panggung “Terima kasih sudah meladeniku.” Katanya. Jack hanya membalasnya dengan senyum kecil.

Di perjalanan pulang, Jack mampir ke toko Material yang buka dua puluh empat jam, membeli cat minyak dengan kuas, hari ini ia akan bertanya pada dirinya sendiri lewat tembok – tembok kantor polisi, sudah jadi kebiasaannya melakukan hal ini pada waktu – waktu tertentu, bahkan dirinya pernah dikejar oleh beberapa tentara karena menyiram cat minyak ke tembok rumah dinas mereka.

Ia tidak banyak berpikir ketika melakukan hal semacam mencorat – coret tembok bangunan publik dan semacamnya. Bagi Jack, hal yang Ia lakukan itu adalah eksistensi dari sebuah keberadaan cat, entah air atau minyak.

“Tuhan, berkati aku malam ini” Katanya sebelum kuas miliknya bergerak menyusuri tembok halus berwarna abu – abu gelap itu. Apa yang akan ditulis Jack adalah pertanyaannya pada inti terdalam dari keberadaannya. Hal ini sudah dilakukannya sejak menjadi anggota kemanusiaan lima tahun lalu, semakin banyak hal – hal ganjil yang ia temui, semakin banyak coretan – coretan Jack di kota itu. Baginya Cat tidak berbeda dari dirinya, sama – sama memiliki eksistensi, namun tidak jelas apabila menyangkut kepercayaan bahwa mereka benar – benar ada.

Jack menulis dengan cat berwarna merah tua, warnanya yang pekat menyatu dengan tembok abu – abu gelap itu, beberapa saat Jack telah menyelesaikan kalimatnya, Ia menulis “Apa Tuhan senang mempermainkan gadis – gadis di pulau ini?” Tulisan itu tertulis dari ujung ke ujung bangunan kepolisian, Jack menuliskannya dengan sangat besar, seukuran dirinya. Di trotoar jalanan tepat sepanjang bangunan kepolisian itu, Jack menambahkan tulisan “Bebaskan Malika!” Lalu melempar kaleng cat dengan cat masih banyak tersisa ke mobil polisi yang terparkir di bawah plang dilarang parkir, lalu berjalan menjauh, dan menikmati pertanyaan itu.

Saat sedang bersusah payah memikirkan jawabannya, seseorang menabrak Jack, Wanita degan gaun berwarna dasar putih, lalu sengaja dihiasi warna tambahan merah menyeramkan, begitulah awalnya Jack mengira gaun wanita itu adalah satu kesatuan agar menciptakan harmonisasi indah untuk si pemakai.

“Ini darah.” Jack bergumam, lalu menarik wanita itu agar berdiri, tangannya, leher, dan sedikit pada bagian wajah dihiasi oleh darah segar merah menyala, tercampur aroma parfum dengan wangi mawar, keringat, dan pasir.

“Lepaskan aku.” Wanita itu menghempaskan tangan Jack, pandangan mereka bertemu, Jack menyadari bahwa wanita itu adalah si mempelai wanita, lalu apa yang terjadi, Jack sangat penasaran soal itu.

“Apa yang sedang menghantuimu?”

“Kau, si badut!.” Kata si wanita, sekarang begitulah pikir Jack, ia bahkan seharusnya bukan seorang mempelai lagi. “Aku mengacau.” Lanjutnya.

Mengacau soal apa, wanita itu hanya berdiam diri sepanjang jalan, jam menunjukkan pukul setengah satu dini hari, suara – suara keramaian mulai padam ditelan oleh keheningan.

Sementara itu, Jack dan si wanita duduk dengan canggung di sebuah taman dekat dengan rumah Jack, perkampungan dengan rumah berjarak satu dengan yang lainnya, dari taman ini, orang – orang seharusnya tahu kalau perkampungan itu sangat bersahabat dengan lingkungan mereka, untuk ukuran perkampungan di daerah kota besar, tempat tinggal Jack adalah tempat paling bersih bahkan sepulau itu. Lampu kelap – kelip menemani mereka, setidaknya untuk beberapa saat sebelum Wanita itu merasa pusing dan mual karena lampu – lampu itu.

“Aku membunuh suamiku.” Kata si wanita, Jack tidak lagi terkejut soal itu, karena apa lagi yang akan terjadi pada wanita itu, antara membunuh atau selamat dari pembunuhan, atau dia memotong babi setelah acara pernikahan untuk di makan besok.

“Kurasa aku sudah mengetahuinya.”

“Aku mencarimu.”

“Mengapa?”

“Orang bilang kamu mampu menyelamatkan orang lain.”

“Kau ingin aku menghiburmu?”

“Bukan itu, kata mereka kau adalah pahlawan.”

“Ternyata kau gadis kecil.” Kata Jack sambil menggaruk – garuk kepalanya.

“Jadi itu tidak benar?”

“Tidak ada kebenaran di pulau ini, bahkan ketika ayahmu mengatakan bahwa ia mencintaimu.”

“Ayahku memang tidak mencintaiku.”

“Tapi ibumu iya.”

“Aku tahu.”

“Jadi mengapa kau membunuh suamimu?”

“Entahlah, sudah kukatakan, alasanku menikah karena hal yang bahkan tidak aku ketahui. Aku menyetujuinya begitu saja.”

Jack mengingat percakapan ini, percakapan di atas panggung, dugaannya benar soal perkataan – perkataan aneh wanita ini.

“Aku belum tahu namamu.”

“Kau bahkan tidak tahu nama orang yang mempekerjakanmu.”

“Dia, suamimu. Ya, walau sudah mati sih.” Kata Jack meledek.

“Malika, itu namaku.”

Jack menatapnya panjang, Malika adalah wanita yang selama ini menemani Jack, sahabat kecil, sekaligus cinta pertamanya, ketika Jack memutuskan menjadi badut beberapa tahun lalu, ia kehilangan ingatannya karena mencoba bunuh diri dan gagal, hanya dua hal yang tersisa dari ingatannya, dirinya adalah Badut, dan Malika adalah kekasihnya yang ditangkap pihak intelijen kerajaan. Apa yang terjadi sebelum itu, Jack sama sekali tidak mengetahuinya, Ia sesekali berpikir apa hubungan Masyarakat yang mengenalnya lebih dahulu bahkan sebelum Ia menjadi Badut.

“Kenapa kau terus menatapku, jangan bilang kau jatuh cinta padaku?”

“Apa yang terjadi padamu delapan tahun lalu?” Tanya Jack.

“Itu saat di mana aku tahu, aku harus menikah dengan orang yang bahkan tidak kukenali, dan setuju dengan keasingan itu.” Jawab Malika.

“Memangnya sebelum itu kau ke mana?”

“Apa yang terjadi, apa kau juga seorang polisi? …” “Aku di rumah sakit, Ibuku mengatakan jika aku kehilangan kekuatan superku.” Lanjut Malika.

Jack bertanya – tanya, apa maksud kekuatan super itu? Tapi bukan itu yang terpenting, kini satu – satunya wanita yang Ia ketahui bernama Malika sedang duduk bersampingan dengannya, delapan tahun lamanya Jack mengelilingi pulau itu hanya untuk mencari tahu keberadaan Malika, entah sudah berapa kilo cat Jack habiskan untuk menulis nama Malika di setiap gedung yang Ia datangi dengan pertanyaan – pertanyaan kepada dirinya.

Suara tembakan terdengar dari arah timur tempat mereka duduk di taman, beberapa orang yang Jack ketahui adalah anjing – anjing  kerajaan mengejar mereka, Jack dan Malika berlari menjauhi taman, tiga puluh menit berlari, mereka tampak terbebas dari kejaran anjing – anjing itu, Jack menarik Malika ke sebuah tempat yang tak jauh dari mereka, sebuah toko pakaian yang tidak lagi beroperasi, kotor dan bau, rayap – rayap menggerogoti tiap senti barang – barang yang terbuat dari kayu, nafas keduanya terengah – engah, Jack menatap Malika, begitu juga Malika.

 

“Kau mengatakan kalau malam ini, kamu milikku, apa itu masih berlaku?” Tanya Jack.

“Ya, kalau kau mau.”

Jack terbangun di sebuah ruangan, begitu terang sampai Ia ragu untuk membuka matanya, di hadapannya terdapat empat orang yang tidak Ia kenali, laki – laki di sebelah kanan dekat dengan pintu seperti seorang pengawal kerajaan, badanya besar, telanjang dada, dengan celana ketat pendek. Dua laki – laki duduk berhadap – hadapan dengannya, yang satu berkacamata dan berjanggut, yang satu lagi tidak berkacamata dengan bibir diolesi gincu, sementara itu satu – satunya wanita di ruangan itu berdiri, bersender ke dinding, rambutnya panjang, hanya mengenakan beha, dengan jeans panjang, serta sepatu bot sampai ke lutut. Jack penasaran siapa orang – orang aneh ini, di mana Malika, dan apa yang terjadi dengannya, di malam saat mereka dikejar anjing – anjing kerajaan, Jack hanya mengingat indahnya malam dengan Malika, tidak ada yang lain sampai Ia sadar dan terbangun di ruangan tempatnya terikat saat ini.

“Malam yang Indah, Jack.” Kata si Wanita, Ia melempari tumpukan kertas, berisi puluhan lembar laporan dan beberapa foto, fotonya dengan Malika, dan mereka berempat, di atas satu tempat yang sama.

“Ayo, kau harus bermain lebih lama lagi di luar sana.”

Di kepala Jack tidak tersisa satu pun ingatan soal apa yang selama ini terjadi, namun sebelum itu benar – benar hilang, ia mengingat suatu hal sepintas, keterhubungannya dengan Malika di berbagai tempat, pekerjaannya, Masa lalunya saat menjadi pejuang kemerdekaan Masyarakat kelas bawah, Penjara, orang – orang yang ada di hadapannya sebelumnya, dan mesin – mesin yang memperkosa ingatan dan tubuh Jack.

Jack terbangun di rumahnya entah di bagian pulau mana, dengan kondisi sadar sepenuhnya, tanpa ingatannya selama ini, yang Ia ketahui adalah bahwa dirinya merupakan seorang Badut Kota dan Malika adalah kekasihnya yang ditangkap oleh Intelijen kerajaan.