Adalah Aku si Kemarau itu. Tiada lagi swara sebab rapah bibir Semanis Maru, Candrasa menembus galih sukmaku. Tiada ufuk di balik sorot palung, Sudah limpung dan bingung. Tiada desir di dalam nipuna, Habis dinikmati bawana. Adalah Aku ombak yang Ribuan tahun menari di balik Jenggala. Adalah Aku mangata sedalam Rindu sang Taksa.
Sebuah Puisi – Ratri
Di atas puing β puing waspamu, Ratri. Di balik Sangkrah Bambu yang menyelimuti Semerbak kisah β kisah Kulita. Di akhir perpisahan Kita. Aromamu, sedalam kesadaran. Kasturi yang lupa pada praya. Satu waktu, sebelum tak akan lagi jumpa, Aku titipkan Tamisra, Kelu Langit pada Samudera. Aku adalah Arca, Rupa Sunyata.
Sebuah Puisi – Lisus Gagak
Semenjak Kucintai Kau, Serupa Kacaunya kelu pada Gagat Rahina, Sedalam pelukan di ujung bibir beraroma Cassia. Apa yang lebih indah dari kota yang kau kenal Sebagai Lutetia … Adalah Kekacauan, Penjarahan, dan Perlawanan. Adalah sapa hangat panji hitam, dengan api yang Memiliki kehendak. Demikianlah Kau, Yang Kucintai sehabis Lisus Gagak Menghampiri Mesranya Kematian.
Jack
βDalam nama Bapa, Putera, dan …β Ia melupakan terusan kalimat yang ingin ia katakan dalam keheningan serius malam itu. Jack sang badut kota, penghibur sendi β sendi tak selaras, tersenyum sembari menyusuri jalan, Β menenteng tas penuh alat β alat untuk melucu, kadang ia terpaksa menjualnya murah, lalu membuatnya kembali di rumah. Selain jadi alat… Continue reading Jack
Sebuah Puisi – Ibu Mardikani
Tubuhku disantap binatang β binatang berseragam, Berpakaian lima ratus juta, dengan nyawa bapak sebagai jaminannya. Katanya βsi gila ini, menghitamkan seluruh tubuhnya!β Setelah Kematianku, Armada kegelapan, bersenjatakan Palu, Menerobos kebisingan, kegelisahan, dan waktu, Membanjiri ruang β ruang kebodohan di ujung pulau itu! Binatang β binatang peliharaan kerajaan, Remuk bersama kepalsuan β kepalsuan mereka.… Continue reading Sebuah Puisi – Ibu Mardikani