Anarkisme dan Pendidikan

Anarkisme Pendidikan

— Menekankan kebutuhan untuk meminimalkan atau menghapuskan batasan – batasan kelembagaan yang dikenakan terhadap perilaku personal dan mendeinstitusionalisasi masyarakat. Sejalan dengan itu, anarkisme pendidikan menganggap bahwa pendekatan terbaik terhadap pendidikan adalah yang mengusakan untuk melancarkan perombakan–perombakan segera dalam skala besar di dalam masyarakat, dengan cara mengenyahkan sistemik persekolahan yang ada sekarang.

Pendidikan dan Persekolahan

Pendidikan yang dipandang sebagai sebuah proses yang harus ada untuk belajar melalui pengalaman sosial alamiah manusia sendiri jangan sampai dikacaukan dengan persekolahan, yang hanyalah sebuah corak pendidikan, dan yang hanya merupakan kaki tangan negara otoriter. Dengan memerosotkan tanggung jawab personal, negara dan persekolahan membuat anak-anak menjadi tidak bisa dididik dalam artian pendidikan yang sejati, mereka membantu membawahkan pendidikan sejati dan meninggikan apa yang hanya sekadar pelatihan.

Sekolah, sebagaimana negara sendiri, diadakan terutama untuk mengatur kebutuhan-kebutuhan ciptaannya sendiri. Kita memerlukan perobohan lembaga-lembaga deinstitusionalisasi yang radikal, termasuk perobohan lembaga persekolahan (deschooling).

Pendidikan adalah pembebasan. Pendidikan yang membebaskan berisi perilaku-perilaku pemahaman (act of cognition) bukannya pengalihan informasi. Pendidikan pembebasan yang merupakan praksi diartikan sebagai upaya membebaskan pendidikan bukan hanya terdidik saja dari perbudakan ganda berupa kebisuaan dan monolog. Artinya, bahwa pendidikan merupakan pengukuhan manusia sebagai subyek yang memiliki kesadaran dan berpotensi sebagai man of action.

Tiga corak dasar Anarkisme Pendidikan

Anarkisme Taktis

Menurut anarkisme taktis bahwa masyarakat mendidik individu secara jauh lebih efektif jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah dan sejenisnya.Mereka beryakinan bahwa masalah-masalah pendidikan yang nyata di zaman kita adalah masalah-masalah sosial, seperti kemiskinan, kebodohan, persoalan-persoalan yang juga berfungsi untuk membuat mayoritas anak dibekukan ditingkat motivasional yang ada di bawah tingkat-tingkat yang diperlukan bagi pelaksanaan pendidikan yang efektif di sekolah- sekolah.

Anarkisme Revolusioner

Penganut anarkisme revolusioner menganggap sekolah-sekolah sebagai alat (dari) budaya yang dominan. Karena itu, sekolah bukan saja tak berguna sebagai gugus depan pemaharuan/ perombakan sosial yang punya arti penting. Sekolah – sekolah itu nyatanya malah menjadi para penjaga gerbang utama status quo.

Anarkisme Utopis

Kaum anarkis utopis berpendapat bahwa dalam budaya saat ini, kita hidup didepan pintu masyakarat utopian pasca-industri yang dicirikan oleh kemakmuran dan kesenangan bagi semua orang.Jenis masyarakat dimana hanya sejumlah kecil pekerja terlatih yang diperlukan demi mempertahankan sebuah sistem yang nyaris sepenuhnya otomatis.

Anarkisme dalam Pendidikan

Menurut anarkisme pendidikan tujuan utama pendidikan adalah untuk membawa pembaharuan / perombakan berskala besar dan segera, di dalam masyarakat, dengan cara menghilangkan persekolahan wajib. Sistem sekolah formal yang ada sekarang harus dihapuskan sepenuhnya dan digantikan dengan sebuah pola belajar sukarela serta mengarahkan diri sendiri, akses yang bebas dan universal ke bahan – bahan pendidikan serta kesempatan – kesempatan belajar mesti disediakan, namun tanpa sistem pengajaran wajib.

Ciri – ciri umum Anarkisme Pendidikan

Menganggap bahwa pengetahuan adalah sebuah keluaran – sampingan (by product) alamiah dari kehidupan sehari-hari, menganggap kepribadian individual sebagai sebuah nilai yang melampaui tuntutan-tuntutan masyarakat manapun. Menekankan pilihan bebas dan penentuan nasib sendiri dalam sebuah latar belakang sosial yang waras dan Humanistik, menganggap pendidikan sebagai sebuah fungsi alamiah dari kehidupan sehari-hari di dalam lingkungan sosial yang rasional dan produktif. Memusatkan perhatian kepada perkembangan sebuah ‘masyarakat pendidikan’ yang melenyapkan atau secara radikal meminimalisir keperluan akan adanya sekolah-sekolah formal, juga seluruh kekangan terlembaga lainnya atas perilaku personal. Menekankan perubahan berkelanjutan serta pembaharuan diri di dalam sebuah masyarakat yang secara tetap lahir kembali, menekankan kebutuhan untuk meminimalkan dan atau mengenyahkan kekangan-kekangan terlembaga atas perilaku personal (deinstitusionalisasi). Didasarkan pada sebuah sistem penyelidikan eksperimental yang terbuka (pembuktian pengetahuan secara ilmiah – rasional) dan atau berlandaskan prakiraan-prakiraan yang sesuai dengan sistem penyelidikan semacam itu. Berdiri di atas prakiraan-prakiraan anarkitis atau semua anarkitis mengenai bisa disempurnakannya moral manusia di bawah kondisi-kondisi sosial yang paling puncak. Menganggap bahwa wewenang intelektual secara tepat ada di tangan mereka yang secara tepat telah mendiagnosis konflik dasar yang ada diantara keperluan-keperluan individual dengan tuntutan-tuntutan negara.

Konsepsi Anak dan Kurikulum

Sifat-sifat hakiki kurikulum menurut kaum anarkisme pendidikan, meliputi; menekankan pilihan personal yang bebas, berpusat kepada kegiatan belajar yang ditentukan sendiri, menekankan izin bagi setiap individu untuk menentukan pusat perhatiannya sendiri dalam belajar, kegiatan belajar mengajar hampir secara total ditentukan sendiri, menekankan apa yang sesuai secara personal dengan mengesampingkan/ mengorbankan pembedaan tradisional antara yang akademik, yang intelektual, dan yang praktis, dan menganggap bahwa setiap orang  bebas untuk menentukan sifat-sifat maupun isi apa yang dipelajarinya sendiri.

Konsepsi Metode Pengajaran dan Penilaian

Anarkisme pendidikan memiliki pendekatan yang khas terhadap metode pengajaran, penilaian, dan kendali di ruang kelas. Dalam hal metode pengajaran dan penilaian, anarkisme pendidikan mengusulkan bahwa siswa seharusnya memiliki otonomi penuh untuk memutuskan metode pengajaran yang paling sesuai dengan tujuan dan proyek-proyek pendidikan mereka. Mereka juga cenderung mengabaikan persoalan nilai hapalan, disiplin, dan sejenisnya, memberikan tanggung jawab penanganan pada individu yang belajar. Anarkisme pendidikan berusaha meminimalkan peran tradisional guru dan siswa, bahkan menganggap guru sebagai aspek yang dapat dihapus dalam proses pendidikan.

Selain itu, anarkisme pendidikan lebih suka penilaian hasil belajar oleh diri sendiri, persaingan dengan diri sendiri, dan pembelajaran kolektif. Mereka melihat pembedaan tradisional antara aspek kognitif, afektif, dan interpersonal sebagai konsep buatan yang tidak produktif. Anarkisme pendidikan juga menekankan perlunya menghapus banyak lembaga sosial dan pendidikan, dan mereka skeptis terhadap bimbingan/penyuluhan pendidikan dan terapi kejiwaan yang dilakukan melalui sekolah, menganggapnya sebagai bagian dari sistem pengekangan sosial yang dapat menyebabkan masalah kejiwaan.

Berkaitan dengan kendali di ruang kelas, anarkisme pendidikan meyakini bahwa anak seharusnya memiliki kontrol fundamental terhadap nasibnya sendiri. Mereka menilai bahwa peran perilaku yang bergantung pada situasi dapat dihasilkan melalui kerjasama antara semua peserta dalam kondisi yang ada, tanpa perlu aturan umum yang terkait organis dengan tuntutan situasi tertentu. Pendekatan ini menciptakan suasana di mana aturan umum tidak terlalu mengikat, dan kontrol lebih terkait dengan dinamika situasional dan kerjasama antarindividu.